Sabtu, 11 Agustus 2012

MPS-REVIEW VI


REVIEW VI: Developing Indicators for Concepts
Oleh: Yasinta Sonia Ariesti
NPM: 1006762612
Bab kali ini akan membahas bagaimana menerjemahkan konsep-konsep agar bisa dapat diukur dengan proses mengklarifikasi, membangun, dan mengevaluasi konsep dan indikatornya.
Konsep adalah peralatan sederhana yang memiliki banyak fungsi yang merupakan ringkasan abstrak keseluruhan dari sikap, perilaku, dan karakteristik umum. Konsep itu sendiri tidak memiliki bentuk yang baku, tergantung dari masing-masing orang mendefinisikan konsep tersebut yang bertujuan untuk komunikasi dan efisiensi dari masing-masing orang. ini juga akan mempengaruhi pembentukan dari indikator yang cocok dengan si definisi konsep yang telah disepakati tadi. Karena indikator tergantung dengan definisi kita mengenai konsep itu sendiri.
Pandangan mengenai ketidakbakuan dari konsep sebenarnya dapat menggiring pada kekacauan konseptual. Solusi yang paling nyata adalah  membuat sejelas mungkin definisi dari konsep yang dibangun, agar tidak muncul ambiguitas dan ideosentris saat pembuatan kesimpulan dan perbandingan penemuan atau konsep lainnya di sesama peneliti
Untuk mengklarifikasi konsep itu sendiri dimulai dengan membuat batasan tersendiri dari definisi konsep tersebut dengan mulai mencari tau batasan yang masuk akal tersebut sejauh mana dengan membaca buku teks, kamus, ensiklopedi, dan artikel jurnal. Cara lain adalah dengan melihat konsep apa dan dimana konsep tersebut dipakai, karena satu konsep akan berbeda definisinya saat masuk dalam dimensi yang berbeda. Dimensi yang dimaksud adalah misalnya dalam konteks ekonomi dan sosiologi, penggunaan konsep yang sama akan mengahasilkan pemahaman yang berbeda (dalam contoh adalah konsep sosial kapital) dan akan didefinisikan sama karena memiliki kata kunci yang sama.
Definisi harus segera ditentukan mana yang akan dipakai, pilih yang klasik atau yang sedikit modern. Karena setelah mengklarifikasi konsep akan diteruskan dengan analisis data. Pengklarifikasian merupakan sesuatu yang ongoing process yang menghubungkan antara data analisi dan pengklarifikasian konsep. Untuk mnetapkan konsep dengan segera untuk menentukan nominal definition yang selanjutnya akan membantu untuk menentukan data yang akan dikumpulkan. Ada lagi operational definition yang akan memfokuskan rentang dan batasan dari data yang akan dikumpulkan.
Selain tidak ada paparan yang baku menegnai apa itu dan definisi konsep itu sendiri, konsep juga memiiki kesulitan dalam penentuan dimensi atau ranah penggunakan konsep. Misalnya ada satu konsep yang sama jika dipakai di ranah yang berbeda. Misalnya dalam ranah sosial, ekonomi, psikologi, politik atau dimensi lainnya satu konsep akan berbeda definisinya, maka untuk membedakannya haruslah dikaji lagi dengan membaca banyak pustaka dan lihat para pengguna konsep itu sebelumnya di dimensi mana mereka menggunakannya. Metode yang lain adalah dengan concepts mapping yang dihasilkan melalui brainstorming atau dimana semua orang dapat mengutarakan pendapatnya mengenai konsep yang sesuai.
Mengembangkan indikator adalah proses mengubah konsep yang abstrak menjadi poin-poin yang akan membantu kita untuk membuat pertanyaan-pertanyaan atau yang disebut dengan descending the ladder of abstraction. Mengubah dari yang luas menjadi spesifik, yang abstrak menjadi kongkrit.
Berapa banyak indikator yang dibutuhkan tergantung sesuai dengan penggunaan dan kebutuhan dari si peneliti. Buatlah indikator yang menarik dan lihatlah bagaimana relevansinya dengan teori dan pastikan si key concepts itu dapat diukur. Indikator juga bisa dikembangkan dengan melihat kemungkinan apa saja yang tidak mengarah kepada dead question dan terus bisa berdeliberate untuk dengan sendirinya dapat berkembang. Di UK, sudah ada metode yang bernama harmonisation yang merupakan kesatuan dari konsep, pertanyaan dan klasifikasi koding yang dapat dipakai berulang kali untuk membuat suatu prosedur yang tetap. Tetapi untuk membangun indikator sendiri ada dua strategi, seperti mensurvey satu grup yang spesifik dan menggunakan informan yang tepat untuk dikoreksi keseluruhan informasinya.
Indikator pada akhirnya haruslah di evaluasi segera dengan menguji keandalannya (reliability) dengan memperhatikan tiga aspek. Yang pertama dengan melihat sumber dari unrealibity-nya. Terkadang respon akan berbeda tergantung dengan gender, latarbelakang etnis, dan cara si interviewer berpakaian saat meneliti. Atau jawaban pun akan berbeda saat si responden pun memiliki latar belakang yang berbeda dengan pertanyaan yang sama. Yang kedua adalah indikator dikatakan reliable jika banyak dari responden menjawab hal yang sama atas satu gejala. Tapi ada kelemahan dalam pengujian ini yaitu respondn akan merasa bosan atau mulai memikirkan kmungkinan-kemungkinan yang lain saat diberi pertanyaan yang sama keduakalinya dan bersangkutan dengan ingatannya si responden itu juga. Untuk meningkatkan reliability adalah dengan memperhatikan susunan prakat dalam pertanyaan, melatih si penginterview, dan mempelajari metode koding untuk mengantisipasi responden yang menjawab ‘tidak tahu’ atau ‘tidak bisa memutuskan’
Validitas juga menjadi elemen penting karena jika indikator ini tidak valid maka tidak bisa diukur. Kevaliditasan dari pengukuran ini juga dapat ditentukan dari definisi awal konsep yang telah disepakati dan bisa dengan melihat ukuran/kriterium validitasnya (melihat korelasi dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke responden), memperhatikan kontennya, dan yang terakhir adalah konstruksi dari validitasnya.
Masalah yang paling krusial dari validitas adalah banyaknya dan ketergantungan dari masyarakat memberi respons. Sikap yang sama akan menghasilkan indikator yang berbeda, atau mengindikasi hal yang berbeda untuk kalangan yang berbeda.observasi dari pola dan interview yang mendalam tentunya akan meminimalisir keambiguitasan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar