REVIEW
VI: Developing Indicators for Concepts
Oleh:
Yasinta Sonia Ariesti
NPM:
1006762612
Bab kali ini akan
membahas bagaimana menerjemahkan konsep-konsep agar bisa dapat diukur dengan
proses mengklarifikasi, membangun, dan mengevaluasi konsep dan indikatornya.
Konsep adalah peralatan
sederhana yang memiliki banyak fungsi yang merupakan ringkasan abstrak
keseluruhan dari sikap, perilaku, dan karakteristik umum. Konsep itu sendiri
tidak memiliki bentuk yang baku, tergantung dari masing-masing orang mendefinisikan
konsep tersebut yang bertujuan untuk komunikasi dan efisiensi dari
masing-masing orang. ini juga akan mempengaruhi pembentukan dari indikator yang
cocok dengan si definisi konsep yang telah disepakati tadi. Karena indikator
tergantung dengan definisi kita mengenai konsep itu sendiri.
Pandangan mengenai
ketidakbakuan dari konsep sebenarnya dapat menggiring pada kekacauan konseptual.
Solusi yang paling nyata adalah membuat
sejelas mungkin definisi dari konsep yang dibangun, agar tidak muncul ambiguitas
dan ideosentris saat pembuatan kesimpulan dan perbandingan penemuan atau konsep
lainnya di sesama peneliti
Untuk mengklarifikasi
konsep itu sendiri dimulai dengan membuat batasan tersendiri dari definisi
konsep tersebut dengan mulai mencari tau batasan yang masuk akal tersebut
sejauh mana dengan membaca buku teks, kamus, ensiklopedi, dan artikel jurnal.
Cara lain adalah dengan melihat konsep apa dan dimana konsep tersebut dipakai,
karena satu konsep akan berbeda definisinya saat masuk dalam dimensi yang
berbeda. Dimensi yang dimaksud adalah misalnya dalam konteks ekonomi dan
sosiologi, penggunaan konsep yang sama akan mengahasilkan pemahaman yang
berbeda (dalam contoh adalah konsep sosial kapital) dan akan didefinisikan sama
karena memiliki kata kunci yang sama.
Definisi harus segera
ditentukan mana yang akan dipakai, pilih yang klasik atau yang sedikit modern.
Karena setelah mengklarifikasi konsep akan diteruskan dengan analisis data.
Pengklarifikasian merupakan sesuatu yang ongoing process yang menghubungkan
antara data analisi dan pengklarifikasian konsep. Untuk mnetapkan konsep dengan
segera untuk menentukan nominal
definition yang selanjutnya akan membantu untuk menentukan data yang akan
dikumpulkan. Ada lagi operational
definition yang akan memfokuskan rentang dan batasan dari data yang akan
dikumpulkan.
Selain tidak ada
paparan yang baku menegnai apa itu dan definisi konsep itu sendiri, konsep juga
memiiki kesulitan dalam penentuan dimensi atau ranah penggunakan konsep.
Misalnya ada satu konsep yang sama jika dipakai di ranah yang berbeda. Misalnya
dalam ranah sosial, ekonomi, psikologi, politik atau dimensi lainnya satu
konsep akan berbeda definisinya, maka untuk membedakannya haruslah dikaji lagi
dengan membaca banyak pustaka dan lihat para pengguna konsep itu sebelumnya di
dimensi mana mereka menggunakannya. Metode yang lain adalah dengan concepts mapping yang dihasilkan melalui
brainstorming atau dimana semua orang
dapat mengutarakan pendapatnya mengenai konsep yang sesuai.
Mengembangkan indikator
adalah proses mengubah konsep yang abstrak menjadi poin-poin yang akan membantu
kita untuk membuat pertanyaan-pertanyaan atau yang disebut dengan descending the ladder of abstraction.
Mengubah dari yang luas menjadi spesifik, yang abstrak menjadi kongkrit.
Berapa banyak indikator
yang dibutuhkan tergantung sesuai dengan penggunaan dan kebutuhan dari si
peneliti. Buatlah indikator yang menarik dan lihatlah bagaimana relevansinya
dengan teori dan pastikan si key concepts
itu dapat diukur. Indikator juga bisa dikembangkan dengan melihat kemungkinan
apa saja yang tidak mengarah kepada dead
question dan terus bisa berdeliberate untuk dengan sendirinya dapat
berkembang. Di UK, sudah ada metode yang bernama harmonisation yang merupakan kesatuan dari konsep, pertanyaan dan
klasifikasi koding yang dapat dipakai berulang kali untuk membuat suatu
prosedur yang tetap. Tetapi untuk membangun indikator sendiri ada dua strategi,
seperti mensurvey satu grup yang spesifik dan menggunakan informan yang tepat
untuk dikoreksi keseluruhan informasinya.
Indikator pada akhirnya
haruslah di evaluasi segera dengan menguji keandalannya (reliability) dengan memperhatikan tiga aspek. Yang pertama dengan
melihat sumber dari unrealibity-nya.
Terkadang respon akan berbeda tergantung dengan gender, latarbelakang etnis,
dan cara si interviewer berpakaian saat meneliti. Atau jawaban pun akan berbeda
saat si responden pun memiliki latar belakang yang berbeda dengan pertanyaan
yang sama. Yang kedua adalah indikator dikatakan reliable jika banyak dari responden menjawab hal yang sama atas
satu gejala. Tapi ada kelemahan dalam pengujian ini yaitu respondn akan merasa
bosan atau mulai memikirkan kmungkinan-kemungkinan yang lain saat diberi
pertanyaan yang sama keduakalinya dan bersangkutan dengan ingatannya si
responden itu juga. Untuk meningkatkan reliability
adalah dengan memperhatikan susunan prakat dalam pertanyaan, melatih si
penginterview, dan mempelajari metode koding untuk mengantisipasi responden
yang menjawab ‘tidak tahu’ atau ‘tidak bisa memutuskan’
Validitas juga menjadi
elemen penting karena jika indikator ini tidak valid maka tidak bisa diukur.
Kevaliditasan dari pengukuran ini juga dapat ditentukan dari definisi awal
konsep yang telah disepakati dan bisa dengan melihat ukuran/kriterium
validitasnya (melihat korelasi dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke
responden), memperhatikan kontennya, dan yang terakhir adalah konstruksi dari
validitasnya.
Masalah yang paling
krusial dari validitas adalah banyaknya dan ketergantungan dari masyarakat
memberi respons. Sikap yang sama akan menghasilkan indikator yang berbeda, atau
mengindikasi hal yang berbeda untuk kalangan yang berbeda.observasi dari pola dan
interview yang mendalam tentunya akan
meminimalisir keambiguitasan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar