MPS-REVIEW
I: Konstruksi Historis Ilmu-ilmu Sosial (Dari Abad ke 18-1945)
Oleh:
Yasinta Sonia Ariesti
NPM:
1006762612
Ilmu sosial, pernah
mendefinisikan dirinya sebagai upaya pencarian kebenaran-kebenaran yang yang
melampaui kearifan yang telah ada, atau disebut juga sebagai usaha-usaha untuk
menelusuri dunia modern. Berawal dari abad ke-16 dengan tujuan awalnya untuk
mengembangkan pengetahuan sekular secara sistematis tentang realitas yang
hendak dibuktikan secara empiris atau scientia
atau ilmu pengetahuan.
Ilmu (sains) lalu
didefinisikan sebagai pencarian hukum-hukum universal mengenai alam yang tetap
benar, mengatasi segala ruang dan waktu, beriringan dengan penjelajahan
keseluruh penjuru dunia dan ide tentang kemajuan yang membuat muncuknya
gambaran tentang ketakterbatasan ruang dan waktu, begitu juga mengenai
pembagian kerja saat berlayar untuk menjelajah. Ini semua memfasilitasi
eksplorasi dan eksploitasi yang diperlukan oleh kemajuan, serta membuat
aspirasi Barat untuk mendominasi. “kemajuan” dan “penemuan” menjadi kata kunci.
Ilmu alam berasal dari studi mekanika
celestial. Lalu pengetahuan menjadi dua wilayah sebagai bidang-bidang
“terpisah tetapi sederajat” seperti ilmu yang populernya dipahami sebagai ilmu
alam/ilmu benar/ilmu pasti, tidak banyak yang sepakat. Ada yang menyebutnya
sebagai seni (arts), ilmu kemanusiaan (humaniora), kesusastraan atau belles-lettres. Kadang filsafat kadang
lagi kebudayaan. Jadi ilmu semakin kesini menjadi semakin multitafsir dengan
bermunculannya para pemikir-pemikir dan universitas-universitas dari
negara-negara yang dianggap memiliki peradaban yang tinggi. Dan alasan lainnya
adalah kebutuhan negara modern pada pengetahuan yang lebih eksak sebagai basis
pengambilan keputusan telah mendorong munculnya kategori-kategori baru
pengetahuan yang sudah berlangsung dari abad ke-18, tapi ide ini masih hanya
sebatas garis-garis yang kabur dan definisi-definisi. Dan mulai saat inilah,
para filsuf sosial dan para pemikir Eropa mengakui eksistensi keragaman sistem
sosial di dunia.
Pada saat itu, dimana
universitas sedang dalam waktu kemunduran karena didominasi oleh Gereja
setempat, di awal kebangkitannya, fakultas teologi menjadi fakultas yang minor
dan sempat terhapuskan dan digantikan. Tetapi tidak dengan ilmu alam yang tidak
perlu menunggu kebangkitan kembali universitas, ilmu alam menjanjikan
hasil-hasil yang praktis dan dapat diterapkan, ada manfaatnya.
Dilain pihak, para
ilmuwan non eksakta mulai membangkitkan kembali unversitas-universitas pada
abad ke-19 untuk mendapatkan dukungan negara untuk pekerjaan akademis mereka.
Mereka juga sedikitnya ikut mendompleng nama besar para ilmuwan eksakta yang
pada abad ini sangat berkembang pesat disiplin ilmunya seperti fisika, biologi,
dan kimiawi. Ilmu-ilmu kemanusiaan seperti sejarah dan kesusastraan, dimulai
dengan filsafat seperti matematika yang merupakan aktivitas non empirik dan
praktek-praktek artistik formal (kesusastraan, seni lukis dan pantun,
musikologi) pada kenyataannya sering bertubrukan dengan ilmu sejarah. Jadi ada
pembagian antara ilmu kesenian dan ilmu sosial yang nomotetis.
Aktivitas ilmu sosial
dimulai di abad ke-19 di lima lokasi yang utama seperti Inggris, Perancis,
Jerman, Italia, dan Amerika Serikat. Disana, universitas-universitasnya memiliki
prestise yang tinggi dan diminati
banyak mahasiswa. Dari sinilah muncul disiplin-disiplin ilmu setelah Perang
Dunia I seperti ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi dan
antropologi.
Ilmu sejarah adalah
ilmu yang mencapai eksistensi institusional yang otonom mengenai
catatan-catatan masa lalu dari bangsa atau negara sendiri dan ilmu sejarah ini
seperti ingin menceritakan dan menggambarkan kejadian-kejadian besar yang
berpengaruh banyak pada aspek kehidupan. Para sejarawan juga menolak filsafat
dalam hal ini karena filsafat dapat mengganti peran mereka dalam menjelaskan
data empiris sejarah yang ideografis. Sejarah juga ridak membantu pemerintahan
untuk membuat kebijakan-kebijakan, negara lebih cenderung meminta bantuan
kepada para spesialis yang sudah ahli dalam bidangnya seperti para pegawai
negeri pada tahun 1200-1800an.
Masuk ke ranah ilmu
ekonomi, istilah yang pertama muncul adalah “ekonomi politik” tapi dengan
pelucutan kata politik didepannya, sekarang ekonomi merupakan cermin suatu
psikologi individualistik universal daripada institusi-institusi dan akhirnya
ekonomi menjadi ilmu yang berorintasi ke masa kini dan bersifat nomotetis.
Saat ekonomi menjadi
satu ilmu yang mantap, sosiologi dengan sang penemu yaitu Comte juga lahir
mrnjadi sebuah ilmu sosial yang terintegrasi dan menyatu. Tapi dalam teks
disebutkan, sosiologi merupakan hasil asosiasi-asosiasi reformasi sosial yang
agenda utamanya berkaitan dengan ketidakpuasan dan kekacauan populasi kelas
kerja perkotaan yang semakin besar jumlahnya. Mungkin dimaksudkan sosiologi
muncul atas sikap dan gerakan para masyarakat kelas bawah yang semakin
merasakan ketidakadilan dalam mencari nafkah. para sosiolog juga memfokuskan
perhatiannya terhadap rakyat biasa (pekerja) dan dampak-dampak sosial tertentu.
Ilmu Politik muncul
sebagai akibat dari ilmu hukum yang mulai memonopoli ranah ini, seperti
teori-teori politik dan filsafat politik yang sebenarnya menuntut suatu warisan
yang berasal dari Yunani dan untuk membaca karya-karya para pemikir yang telah
menjadi kurikulum universitas. Dan meski fokus kajian dari ilmu politik sendiri
bukan sebagai alasan yang kuat mengapa ilmu ini lahir ( negara kontemporer dan
perpolitikannya), filsafat politik tetap diajarkan di fakultas filsafat.
Empat ilmu ini
(sejarah, ekonomi, politik dan sosiologi) menjadi disiplin ilmu yang terus
berkembang dan menyebar dari abad ke 19 sampai tahun 1945. Setelah munculnya
ilmu-ilmu ini, di inggris juga terjadi kelahiran disiplin ilmu antropologi yang
dimana kemunculannya berawal dari penerjemahan dan pemahaman mengenai istilah tribes dan races yang merujuk pada suku-suku dan pengelompokan sangat besar
mahluk manusia atas dasar warna kulit dan atribut biologis lainnya. Akhirnya
antropologi disahkan menjadi suatu disiplin ilmu dimana para antropolognya di
dorong untuk menjadi ahli etnografi di banyak daerah dan masyarakat sekitar di
dalam dan luar negeri untuk kebutuhan negeri Barat dalam berekspansi.
Dalam teks ini juga
dibahas mengapa geografi, psikologi, dan hukum tidak masuk kedalam ranah ilmu
sosial. Yang pertama, geografi adalah ilmu yang mempelajari gejala fisik dan
kemanusiaan secara bersamaan dan membuat geografi menjadi cenderung generalis,
sintesis, dan non analitis dan menjadi ilmu minor dalam sejarah.
Masuk ke psikologi,
yang juga merupakan disiplin ilmu yang memisahkan diri dari filsafat dan
mencoba menyusun diri sendiri dalam format yang baru tetapi menempatkan dirinya
dalam ranah medis, bukan sosial yang berarti legitimasi ilmiahnya tergantung
pada kedekatannya dengan ilmu-ilmu alam yang bersifat biologis dan kimiawi.
Studi hukum, adalah
bidang ketiga yang akan dibahas. Hukum bukanlah ilmu sosial karena fungsi
utamanya untuk mencetak para pengacara, berbeda dengan sosial yang nomotetis
dengan pandangannya terhadap yusrispudensi yang tampak terlalu normatif, yang
tidak ada (nyaris) dengan sentuhan empirisnya. Hukum-hukum yang bukan ilmiah
dan konteksnya yang ideologis diamana perbedaannya dengan ilmu politik adalah
mereka menanggalkan analisis hukum yang kaku dan lebih melihat ke sekitar, dan
ilmu sosial yang lebih dinamis dalam pemikiran dan objek kajiannya sendiri.
Ilmu sosial berusaha untuk menganalisa sebab dan akibat dari suatu kejadian,
dimana sejarah dapat membantunya sebagai referensi sebagai kegunaannya untuk
menggambarkan dan mendokumentasikan kembali kejadian lampau tersebut, dimana
ilmu hukum tidak bisa lebih dinamis lagi terhadap kejadiannya yang terjadi dan
hanya bersumber pada hukum yang kaku dan baku.
Jadi, Ilmu sosial yang
sekarang berkembang merupakan perpecahan atau perkembangan dari tritunggal
negara sentris yaitu sosiologi, ilmu ekonomi, dan ilmu politik sebagai inti
dari ilmu sosial (nomotetis).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar