Kamis, 23 Agustus 2012

PAN ISLAMISME JAMALUDDIN AL-AFGHANI


PAN-ISLAMISME : SEMANGAT DAN GAGASAN DARI JAMALUDDIN AL-AFGHANI


Oleh:
Annisa Nurul Amanah (1006772020)
Ahmad Khafi Ghon (1006692221)
Yasinta Sonia Ariesti (1006762612)


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA


Pendahuluan
Jamaluddin al-afghani berasal dari Afganistan. Nama Al-Afghani ia dapatkan karena ia adalah seorang Afganistan, tapi ada juga yang meragukan asal usulnya dan ada kemungkinan bahwa ia adalah seorang syiah dari Iran. Pendidikan pertama yang ia peroleh yaitu dari madrasah yang mempelajari tentang islamm dan tasawuf , seperti anak muda kebanyakan pada waktu itu, Jamaluddin juga mempelajari bahasa Persia dan bahasa arab. Jamaluddin pergi ke India untuk mempelajari ilmu pasti secara modern . kemudian beliau mengadakan perjalanan dalam dunia islam. Negara yang pertama ia kunjungi adalah mekkah . selama di Mekkah ia mulai mengenal dunia Timur dan pengalaman hidup yang luas. Selain itu Jamaluddin berkunjung ke Negara-negara lain seperti Persia,Hijaz,Istanbul .Dari berbagai Negara yang dikunjungi tersebut tempat dan waktu yang paling bermanafaat adalah saat beliau menetap di mesir dari permulaan maret 1871 – agustus 1879 (muharram 1288 – tahun 1296 H) [1]. Dari sinilah lahir pemikiran Pan-Islamisme yang sangat dikenal sampai sekarang ini.
Pan islamisme menurut Jamaluddin adalah suatu pembaharuan dan kebangkitan dari dunia islam sendiri sedangkan istilah awalnya yang berasal dari dunia barat . Disini dapat disimpulkan bahwa pan islamisme adalah suatu pembaharuan atau gagasan untuk menyatukan dunia islam semangat para muslim atau perjanjian antara pemerintah – pemerintah islam . yang dipimpin oleh pemimpin paling kuat dan besar[2].
Muhammad Abduh yang merupakan murid dari Jamaluddin dan rajin melakukan syiar syiar melalui tulisan kemudian melakukan pendekatan melalui tulisan sasarannya terutama pada para kaum muda mesir. Berani berpendapat merupakan hal yang sangat ditekankan oleh al-afghany . Dengan melalui tulisan dan keberanian berpendapat ini merupakn cara yang ditempuh untuk melawan penjajah.  Jamaluddin juga memberikan bantuan penyelesaian masalahnya didorong oleh pengalamannya selama beliau berada di afgaanistan seperti melakukan pemberontakan suku-suku afganistan melawan inggris . disisi lain Jamaluddin juga mempelajari karya karya barat . Ada pula majalah al-urwah al-wusqa yang membuat berita dan artikel tentang dunia timur tulisannya juga intinya untuk membangkitkan semangat para kaum muda dalam membasmi para penjajah .

a.       Pembahasan
Kelahiran Pan-Islamisme
Jamaluddin Al-Afgani adalah pemikir Islam yang hidup dengan menghabiskan banyak waktunya untuk belajar, berdakwah, mengajar, berkawan, dan menjelajahi banyak negeri dan menanamkan semangat pembaruan dimana pun ia menginjakan kakinya dan sangat mencintai agamanya. Ide dan semangat pembaruannya muncul sebagai icon dari diri Jamaluddin sendiri melalui pengalaman hidup dan atas kebencian yang timbul atas dunia barat yang dirasanya telah banyak mengekang rumah tangga pemerintahan di negeri timur, khususnya pada saat itu di Mesir.
Jamaluddin menetap di Mesir selama delapan tahun, dan menjadi kehidupannya yang paling menginspirasi dalam memproduksikan segala semangat dan pembaruannya, karena disanalah ia menanamkan segala benih pembaruannya dan berhasil, tidak seperti saat ia menetap di Persia dan Istanbul. Dan di tanah Mesir inilah, lahirnya gagasan Pan-Islamisme yang sangat menggegerkan dan terkenal sampai sekarang, berabad-abad setelah Jamaluddin wafat di tahun 1897, ia meninggal di tanah Istanbul, didalam Istana Sultan Abdul Hamid.
Pan-Islamisme sebenarnya adalah istilah yang dipopulerkan dan diperkenalkan oleh dunia barat, sedangkan Jamaluddin sendiri lebih sering menginsyaratkannya dengan kata persatuan dan kebangkitan. Mari kita sepakati saja dalam pembahasan kali ini, bahwa Pan-Islamisme adalah satu gagasan atau bisa disebut dengan suatu semangat untuk meyatukan para kaum muslimin atau perjanjian persahabatan di antara pemerintahan-pemerintahan Islam yang dipimpin oleh pemerintahan yang paling besar dan paling kuat[3], merupakan ramuan antara perasaan religius, perasaan nasional, dan radikalisme Eropa dari diri Jamaluddin.
Pan-Islamisme tidak menawarkan atau bukanlah suatu konsep dalam benegara atau bagaimana seharusnya dan seperti apa posisi agama Islam dalam negara, Pan-Islamisme bukanlah suatu konsep kekhalifahan, karena pada saat menggagasnya, Jamaluddin pun berfikir bahwa tidak mungkin seluruh negara Islam yang besar berada dalam satu penguasa saja dan jika ide ini lebih diperdalam, ia menginginkan satu ikatan yang kokoh dalam menjalin persatuan dan melawan penjajahan, bersama-sama bangkit, dan tidak hanya pada negara-negara Islam saja, tapi siapa pun diluar sana yang memiliki jiwa seorang Islam tanpa memandang ras, lokasi dan segala perbedaan untuk bersama, maju menyelamatkan umat Islam dari ketertinggalan dan membangunkannya dari kondisi yang serba nyaman padahal kondisi sesungguhnya adalah Islam (dalam hal ini negara di timur tengah) tengah terjajah oleh barat.
Gagasan ini muncul dengan pola pemikiran Jamaluddin yang pada saat itu sedang tinggal di Mesir dan melihat kondisi Mesir yang amat miskin, gersang padahal tanahnya begitu kaya dan subur. Kesulitan keuanganlah yang membuat Mesir semeronta-ronta itu dihadapan Jamaluddin. Dalam kondisi perekonomian yang buruk itulah, mulai banyak masuknya campur tangan asing, dalam hal ini negara Barat tempat Mesir berhutang. Intervensi tentunya dimulai dari arus perdagangan, Inggris dan Prancis melakukan pengawasan pada sektor masing-masing ekspor dan impor di Mesir. Keadaan ini diperparah dengan dibentuknya Dewan Pengawas Tinggi yang beranggotakan negara-nergara Eropa untuk mengawasi proses dan alur pembayaran hutang dari Mesir terhadap negara-negara yang dihutanginya, berikut cicilan dan sirkulasi utang-utang tersebut.
Berdasarkan lingkungan hidup saat itu di Mesir lah, Jamaluddin menjadi giat dan turun untuk membangunkan kesadaran akan bangsa timur bahwa Barat telah mengeksploitasi bangsanya sendiri dan bersama muridnya, Muhammad Abduh, giat melakukan syiar-syiar lewat tulisan dan melakukan pendekatan kepada para petinggi negara. Ia menginginkan rakyat disana bisa berbicara dan berjuang untuk mendapatkan haknya. Berani berpendapat adalah hal yang ditekankan oleh Jamaluddin kepada rakyat, terutama para kaum muda di Mesir. Mereka berdua mengajarkan bagaimana menulis dan meluncurkan pendapatnya mengenai negara. Karena disana, tulisan menjadi jarang sebagai media untuk saling memberitakan. Padahal para pujangga Mesir amatlah terkenal, tapi sastranya digunakan untuk hanya memuji para penguasa yang sebenarnya hanya bisa menyengsarakan rakyatnya saja. Maka dari itu, mereka berdua menerbitkan surat kabar bertajukkan at-Tijarah yang akhirnya juga digunakan untuk menyuarakan keadaan timur yang sesungguhnya pada negara di timur lainnya dan berhasil membakar semangat rakyat Mesir dengan munculnya pemberontakan-pemberontakan.
Jamaluddin yang mumpuni dalam bidang tulis menulis, tapi tidak suka dan tidak banyak menulia, dan dilatar belakangi dengan pengalaman-pengalamannya seperti ikut dalam pemberontakan suku-suku di Afghanistan melawan Inggris dan pada sisi lain ia juga berusaha mempelajari karya barat, sains Eropa lah yang menjadikannya seorang pemikir dan ide-idenya yang layak untuk diterbitkan,  juga membuat majalah berbahasa Arab, dan disebarkan ke seluruh penjuru negara di timur tengah, tidak lama memang hanya sekitar delapan bulan, karena dianggap berbahaya majalah ini pun berhenti terbit di banyak negara. Majalah yang berjudulkan al-Urwah al-Wusqa memuat berita-berita dan artikel-artikel mengenai dunia timur, yang intinya dari tulisan-tulisannya adalah untuk membangkitkan semangat untuk mencapai kemenangan dari keterpurukan dibawah penjajahan bangsa barat dan agar kita senua memiliki harapan itu, jauh dari rasa putus asa.
Pan-Islamisme sendiri tidak pernah terjadi dan tidak terealisasikan dalam suatu bentuk organisasi atau wadah apapun yang struktural untuk menjalankan misi-misinya, tetapi hanya sebatas ide dan semangatnya lah yang berhasil disebarluaskan oleh Jamaluddin dan muridnya, Muhammad Abduh. Cita-cita sesungguhnya dari Jamaluddin mengenai pan-islamisme adalah terciptanya satu pemerintahan Islam yang dipimpin oleh pemimpin Islam beserta ajaran-ajarannya. Ia membayangkan sebuah liga internasional berisikan umat Islam. Tapi menurut pemahaman kami, Jamaluddin juga tidak sepenuhnya berambisi membuat pemerintahan/bentuk tersebut, karena ia juga takut menimbulkan hubungan yang renggang dengan dunia barat sendiri dan dengan pemeluk agama lain. Itu mau tak mau disebabkan Jamaluddin banyak berkunjung ke barat seperti Eropa (Paris, Rusia, dll), apalagi selama menerbitkan majalah ini ia sedang tinggal di Paris dan menjalin hubungan-hubungan baik dengan petinggi disana.  Bisa jadi suatu saat nanti akan menimbulkan kesan eksklusifitasan dari umat Islam.
Dengan majalah ini, semangat dan jiwa kebangkitan dunia Islam sudah menyala tersiarkan dengan baik, majalah ini oun berakhir dengan kecaman dimana-mana seperti oleh Inggris yang merasa negara jajahannya (jajahan dalam bentuk pengaruh dan urusan rumah tangga kenegaraan) yaitu di India dan Mesir sudah mulai pergerakannya untuk menentang Inggris.
Majalah yang sudah mati itu ternyata tepat sasaran dalam membangkitkan semangat pergerakan nasional di dunia timur. Tulisan-tulisannya yang panas dan begitu menentang penjajahan, rasa benci terhadap asing agaknya memupuk pemikiran dan semangat para kaum muda karena membahasa persatuan (lagi-lagi persatuan dunia Islam atau dunia timur tengah), lalu masalah di Sudan, Mesir, dan India dibahas dengan pandangan politik Internasional yang berisi penggerakan jiwa cinta tangan air yang terhina dengan keadaan mereka dijajah Barat[4]
Saat di Istanbul, Jamaluddin sempat akan mendirikan Jamiyah Islamiyah (Pan-Islamisme) dengan bantuan Sultan Abdul Hamid yang menghimpun negara-negara Persia, Afghanistan, dan Turki dengan wilayah-wilayah lainnya yang berada dibawahnya, seperti yang telah dibahas sebelumnya, dengan cara suatu perjanjian dan persatuan untuk membenahi pemerintahan dan pendidikan. Ia juga menginginkan Iran masuk arena Iran adalah syiah dan menggunaka tradisinya untuk memerangi musuh bersama , yang intinya gerakan ini dapat membendung serangan dan mencegah infiltrasi dari bangsa barat (Eropa) pada masalah umat-umat Islam.
Jika dapat dirangkum, ada dua pemikiran dari Jamaluddin mengenai pembaruan yang menjadi cikal bakal lahirnya semangat Pan-Islamisme. Pertama, menyebarkan jiwa kebangkitan di dunia Timur dalam banyak bidang seperti kebudayaan dan pendidikan, menjernihkan agama, akidah dan ahlak untuk mengembalikan kemuliaan dan kehormatan bangsa Timur dan kedua, melawan pendudukan kekuatan asing dan dunia Timur bisa membangun suatu hubungan dan bersama-sama saling melindungi diri dari bahaya yang mengancam mereka sesama umat Islam.
Islam baginya adalah satu unit kebudayaan yang kaya, satu umat besar yang telah membiarkan dirinya merosot dan kini terancam dari segala arah oleh kaum kafir yang maju[5] dengan pola pemikirannya yang rasional, dan memiliki keyakinan untuk membuka pemikiran yang tradisional menjadi keterbukaan pikiran, intelektual dan spiritual, ia juga menginginka suatu perubahan radikal dengan mengkaji ulang hubungan antara sains dan agama. Seruan lebih ditujukan kepada kelompok muslim sebagai imperiun, yaitu muslim Arab yang dianggap sebagai kelompol muslim yang paling mampu, karena penyebaran bahasa mereka di seluruh ummah, untuk mendapatkan dukungan dari sultan-khalifah di Asia dan Afrika[6]
Jamaluddin juga memandang semangat Pan-Islamisme ini bukan sebagai agama, melainkan sebagai sebuah peradaban dan membangun kembali negara-negara Islam yang mengalami kemerosotan karena kapabilitas para pemimpinnya yang tanpa pertimbangan dari banyak aspek, seperti ras, agama, maupun keturunan untuk masuk untuk mencampurkan tangannya pada urusan negara, dan menyadarkan para pemimpin untuk melepaskan diri dari cengkraman penjajahan tersebut.
Pemikirannya dan semangat Pan-Islamisme inilah yang kelak menjadi jiwa fundamentalisme. Setelah ia wafat, semangatnya yang dibawa oleh murid-muridnya terus berkembang. Idenya adalah pemuncak para kaum modernis dan fondasi kaum fundamentalis di abad-abad berikutnya dengan lingkup pengaruh Islamisme yang menjangkau seluruh spektrum berbagai kelompok aktivis dan menjadi konsep-konsep tindakan mereka[7]
Pengaruh Pan-Islamisme Al Afghani terhadap gerakan fundamentalis islam
Jamaluddin Al Afghani bagi kelompok kami adalah seorang “ibu” bagi lahirnya pemikiran modernisme islam di mesir pada abad 19. Pemikiran modernnya terlihat pada upayanya mendobrak segala bentuk dogmatisme dan kejumudan islam. Sikap taklid kepada para ulama yang ditampilkan sebagian umat islam pada masa itu berusaha ia lawan. Seperti dikatakan Keddie bahwa Jamaluddin Al Afghani setidaknya bersama murid-muridnya yang paling dekat cenderung untuk membawa umat melangkah dari keyakinan tradisional menuju keterbukaan pikiran dan rasionalisme yang mempunyai asal usul yang jelas[8]. Pemikiran yang terbuka dan rasionalisme diperlukan bagi umat islam untuk mendobrak pintu besar ketertutupan pemikiran atau dalam bahasa lain pintu ijtihad telah ditutup. Dogmatisme yang sudah mengakar dalam darah umat islam perlu di sterilisasi. Rituali-ritual mistis keagamaan yang tidak berkesesuaian dengan islam perlu diberantas. Ketertutupan pemikiran menyebabkan umat islam oleh bangsa barat dianggap memilki keterbelakangan intelektual. Penggunaan nalar dalam menginterpretasikan wahyu-wahyu Allah sangatlah diperlukan.
Dilihat dari segi pemikiran sebenarnya Jamaluddin Al Afghani dapat dikategorikan sebagai seorang modernis tetapi sekaligus fundamentalis. Sisi modernis Al Afghani dapat diketahui melalui buah-buah pemikiran yang mengedepankan pemikiran yang terbuka dan menggunakan rasionalisme dalam menghadapi dogmatisme dan kejumudan agama. Namun pada sisi lain, pemikiran Jamaluddin Al Afghani dikategorikan fundamentalis yang seperti dikatakan Anthony Black karena sikap konfrontatifnya terhadap bangsa-bangsa barat, Ia adalah pemuncak kaum modernis sekaligus fondasi bagi fundamentalis[9]. Oleh Beverley Milton-Edwards, fundamentalisme Al Afghani terlihat pada thesisnya dengan mengatakan bahwa cakupan islam tentang modernitas tidak berarti menyiratkan penerimaan besar-besaran terhadap norma dan prinsip sekularisme dan dalam agenda politiknya akan membangkitkan dan memugar kembali persatuan umat islam ( Pan-Islamisme) sebagai kendaraan terhadap anti imperialisme dan liberalisasi[10]. Sikap konfrontatif dengan Barat inilah yang mengkategorikan dia sebagai peletak dasar fundamentalisme.
Pengaruh embrio dari pemikiran Jamaluddin Al Afghani mengenai konsep Pan Islamisme ternyata banyak melahirkan ataupun menginspirasi gerakan-gerakan fundamentalisme islam. Sebuah gerakan keagamaan dan politik yang mengatasnamakan “islam”. Namun sebenarnya wajah islam sendiri warna-warni. Sebuah kerahmatan karena perbedaan. Oleh mereka, wajah islam sekuat mungkin ataupun dengan jalan kekerasan perlu diseragamkan menjadi satu wajah tunggal. Lalu menurut Saidi[11] ada beberapa karakteristik dari kaum fundamentalis yang diantaranya :
1.      Penafsiran yang bersifat represif atas gagasan Tuhan. Mereka menolak kemungkinan “demokratisasi” interpretasi teks-teks Tuhan tetapi menganjurkan penafsirasn absolutis.
2.      Penyatuan antara agama dan negara. Perwujudan konsep ini adalah pemerintahan teokrasi.
3.      Penolakan atas dominasi simbol-simbol modern dan barat.
4.      Penafsiran yang besrifat literal-skriptual serta menolak historisisme-rasionalisme.
5.      Pan Islamisme. Manifestasi lain dari gagasan untuk menghidupkan kembali konsep pemerintahan Pan Islamisme di mana pemeluk islam didefinisikan dalam satu kesatuan ummah. Angan-angan ke arah satu kekhalifahan islam merupakan perwujudan dari ide-ide ini.
Dapat dilihat bagaimana kaum fundamentalis akan menafsirkan wahyu-wahyu Allah secara repesif. Hanya menggunakan satu sudut pandang. Menolak adanya “demokratisasi” dalam memahami wahyu Allah. Pada intinya sikap absolutis yang berkeyakinan bahwa penafsirannya paling benar. Seakan-akan hanya mereka yang berhak menafsirkan. Dalam hal ini elitisme penafsiran yang menonjol. Kalangan tertentu saja yang mempunyai kapabilitas dalam menafsirkan ayat. Mereka sepertinya telah menafikan peran manusia dalam menginterpretasikan ayat. Subyektifitas atau bias penafsiran merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan. Mereka juga mengabaikan bahwa manusia bukanlah makhluk sempurna. Ada kekurangan-kekurangan dalam diri manusia dalam menafsirkan ayat. Bagi mereka pintu ijtihad dirasa sudah ditutup rapat-rapat. Tidak perlu ada diskusi lagi karena wahyu Allah sudah tertera dengan jelas. Wahyu Allah boleh saja sudah berhenti tetapi seiring perkembangan dan kontekstualisasi zaman maka suara-suara ijtihad perlu dilantangkan kembali.
Antara agama dan negara tidak dapat diceraikan begitu saja. Jika kalangan sekularis memisahkan ranah agama dan negara, maka mereka menolak dengan keras hal itu. Bagi mereka, islam adalah agama yang menyeluruh. Semua aspek kehidupan telah tertuang dan diatur dalam islam. Begitu pun ranah politik turut pula telah diatur. Jika memisahkan agama dan negara maka dianggap telah mengingkari hukum Allah.
Ciri yang paling melekat dalam diri kaum fundamentalis adalah penafsiran wahyu-wahyu Tuhan secara literalis dan tekstual. Bagi mereka, pembacaan wahyu-wahyu Tuhan haruslah sebagaimana yang tertera dalam ayat. Kalau boleh dikatakan dalam bahasa hukum bahwa mereka hanya membaca “baju” dari ayat-ayat. Nilai-nilai substantif dari ayat-ayat –secara sengaja atau tidak- diabaikan begitu saja. Wahyu Tuhan merupakan sebuah respon dari permasalahan umat yang ada pada kurun ruang dan waktu tertentu. Tidak bisa digeneralisasikan begitu saja untuk semua zaman. Adanya kekhususan tersendiri dari setiap ruang dan waktu. Aspek historisisme ayat dan rasionalisasi pembacaan ayat perlu dilakukan agar lebih komprehensif.
Pada karakteristik terakhir merupakan signifikansi penting dari kaum fundamentalis. Semangat kaum fundamentalis lain tak bukan merupakan semangat dari ide Pan Islamisme. Sebuah semangat untuk menyatukan umat islam di seluruh dunia. Namun ide Pan Islamisme Jamaluddin tidak membayangkan harusnya membentuk suatu negara islam dengan aturan-aturan islam yang menjadi pijakannya. Jamaluddin hanya berseru agar umat islam yang masih terjajah (konteks saat itu) untuk bersatu dan bangkit melawan para penjajah yang telah menyengsarakan mereka, khususnya bagi negara mereka. Pada intinya Jamaluddin anti terhadap Barat dengan segala perlakuan mereka menjajah bangsa-bangsa kaum islam.
Namun dalam konteks kekinian, ada sebagian kaum islam yang masih merasa bentuk penjajahan tersamar dari cengkraman bangsa barat meskipun negaranya sudah merdeka. Dominasi barat dalam segala lini begitu kentara. Hingga pemerintahan yang berkuasa ikut “dikendalikan” oleh barat. Dengan latar belakang ini, tidak mengherankan jika kaum fundamentalis islam mulai bergerak menyuarakan aspirasinya menyikapi hal yang terjadi. Mereka berseru agar kaum islam bersatu dan melawan penjajah ( Pan Islamisme ). Untuk beberapa kasus kaum fundamentalis ( Hizbut Tahrir Indonesia ), bahkan mereka berseru untuk melawan pemerintahan yang sah karena kafir. Dikatakan kafir karena roda pemerintahan dan bentuk negara yang dijalankan tidak berasaskan islam. Meskipun Jamaluddin tidak mengharuskan suatu bentuk negara dari semangat Pan Islamisme, oleh beberapa kaum fundamentalis, umat islam harus disatukan dalam bentuk pemerintahan tunggal. Pemetintahan dan bentuk negara yang dimaksud adalah Khilafah dengan seorang Khalifah sebagai pemimpin tertinggi negara. Lagi-lagi ini hanyalah bentuk angan-angan bahkan (menurut kami) adalah suatu utopia belaka.
Semangat Pan Islamisme yang ditelurkan oleh Jamaluddin tidaklah pernah surut. Selagi masih ada negara-negara yang dijajah secara tersamar oleh barat maka semangat ini akan terus membara. Khususnya bagi kaum fundamentalis, ini adalah agenda politik mereka dalam mewujudkan bentuk negara islam ( idealnya mereka ). Pergerakan mereka akan terus-menerus merongrong. Bagi kaum fundamentalis radikal, mereka akan menempuh jalan kekerasan meskipun dengan alasan tujuannya akan baik. Bagi kalangan fundamentalis moderat, mereka akan mengikuti aturan main yang ada ( demokrasi ). Mereka menyelinap dengan pergerakan yang lihai hingga masuk dalam struktur pemeritahan yang ada. Setelah berhasi masuk, sedikit demi sedikit mereka akan merubah hukum yang ada sehingga nuansa islam ( islam pemahaman mereka ) begitu kental. Tidak hanya itu, pergerakan kaum moderat juga dengan “lincahnya“ membangun basis-basis gerakan dari bawah. Dengan basis gerakan dari bawah yang persebarannya terus meluas, mereka mewacanakan bentuk negara islam. Hingga wacana itu akan berbuah menjadi opini publik umat islam yang apirasinya minta didengarkan oleh pemerintah. Pada akhirnya, tuntutan dan aspirasi yang begitu besar dari kaum islam untuk membentuk negara islam direalisasikan oleh negara.  

b.      Penutup
Semangat yang digagas oleh Jamaluddin adalah suatu semangat yang mengawali kegiatan-kegiatan pemberontakan negara timur kepada bangsa Eropa yang menjajah urusan pemerintahan negara timur. Ia menggunakan cara-cara dan pendekatan-pendekatan seperti syiar syiar , dialog , dan tulisan tulisan. Ia mengajarkan cara menulis dan menanamkansifat untuk berani berpendapat sasaran utamanya para pemuda.para pemuda ini diangga sebagia agen kebangkitan nasional kegiatan jamaluddin pun berhasil untuk menghasut kebangkitan untuk melawan eropa di tanah Mesir dan semenjak itu menjadi titik awal pengaruh jamaluddin di dunia timur lainnya.
Selain semangat modernisme Jamaluddin, ia juga menelurkan sebuah pemikiran yang maju pada zamannya yaitu Pan Islamisme. Sebuah pemikiran yang ingin mempersatukan umat muslim secara independen dalam bidang politik, sosial maupun keagamaan. Sebuah gagasan yang turut pula menjadi inspirasi bagi kaum fundamentalis. Gagasan untuk mempersatukan umat islam melawan ekspansi pesatnya modernisme barat pada waktu itu. Oleh Hizbut Tahrir gagasan Pan Islamisme “dimodifikasi” ke dalam agenda utama politik mereka untuk mendirikan Khilafah Islamiyah. Pada tataran ini terlihat adanya korelasi antara Pan Islamisme dengan gerakan fundamental khususnya Hizbut Tahrir. Sebuah konsep negara yang menggunkan islam sebagai dasar hukumnya. Penerapan syariat islam dalam kehidupan sehari-hari. Khilafah Islamiyah dipimpin oleh seorah khalifah yang disebut-sebut sebagai wakil Tuhan di dunia. Terdapat pula Dewan Musyawarah sebagai “lembaga legislatif”. Namun perlu di catat disini bahwa konsep kenegaraan tidak satupun dicatut dalam Al Quran dan Nabi tidak pernah menyarankan sebuah bentuk negara yang sesuai dengan islam. Mengutip perkataan Asyaukani bahwa nilai-nilai luhur dan universalnya islam tidak cukup direduksi hanya pada agenda-agenda politik tertentu. Sebuah negara merupakan hasil konsensus bersama di antara segenap anak manusia yang mendiami wilayah tertentu. Bukanlah berdasarkan agama maupun kelompok tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Ali, Mukti. Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah. Jakarta:Djambatan. 1995
2.      Beverley Milton-Edward. Islamic Fundamentalism since 1945. New York: Routledge. 2005
3.      Black, Anthony. Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini. Jakarta: Serambi. 2001.
4.      Hourani. Albert. Pemikiran Liberal di Dunia Arab. Bandung: PT. Mizan Pustaka. 2004
5.      Mubarak, Zaki. Genealogi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan Pemikiran dan Prospek Demokrasi. Jakarta: LP3ES. 2008
6.      Roy,Oliver. Gagalnya Islam Politik. Jakarta: Serambi. 1996

















[1] Mukti Ali.1995.  Alam pikiran islam modern di timur tengah . Jakarta:Djambatan. Hlm 261
[2] Ibid. hlm 288
[3] Ibid. hlm 288
[4] Ibid. hlm 300
[5] Anthony Black. .2001.  Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Nabi hingga masa kini. Jakarta: Serambi. Hlm 545
[6] Albert Hourani. Pemikiran Liberal di Dunia Arab.  Bandung: PT. Mizan Pustaka. 2004. Hlm 173
[7] Op.cit. Roy, Olivier. Hlm 2
[8] Op.cit. Black,Anthony. hal. 546
[9] Op.cit. Black, Anthony. hal. 550

[10] Beverley Milton-Edwards. 2005. Islamic Fundamentalism Since 1945. New York. Routledge. Hal 22
[11]  Nader Saidi. What Is Islamic Fundamentalism dalam Jeffrey K Hadden & Anson Shupe. Prophetic Religions and Politics dalam M. Zaki Mubarak. Genealogi Islam Radikal di Indonesia : Gerakan, Pemikiran, dan Prospek Demokrasi. Jakarta. LP3ES. Hal 19

Determinisme Ekonomi Marx



Makalah Pemikiran Politik Barat
Determinisme Ekonomi Marx
Oleh: Yasinta Sonia Ariesti
NPM: 1006762612
a.      Latar Belakang
Barat, dalam hal ini Eropa adalah tempat dimana lahirnya pemikiran-pemikiran yang kelak menjadi konsep utama kemajuan ilmu pengetahuan. Tempat berkembangnya ide dan gagasan yang brilian dan berkontribusi besar pada seluruh dunia. Perkembangan yang amat berharga ini berawal dari sebuah revolusi mengenai sebuah cara bagaimana seharusnya manusia berfikir dan mengembangnkan apa yang ada di pikiran dan hatinya. Pada masa ini, kebebasan dalam mengungkapkan dan menelurkan ide-ide adalah sesuatu hal yang langka dan menjadi titik awal kemajuan dari ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh para tokoh-tokoh pemikir.
Marx, adalah salah satu pemikir abad pertengahan yang hidup di zaman revolusi Industri di Eropa dan berhasil menelurkan konsep utamanya yaitu konsep kelas. Konsep kelas dan semua pemikiran lainnya akhirnya menjadi suatu paham tersendiri dan berkembang menjadi banyak aliran paham lainnya seperti marxisme dan komunisme. Pemikiran Marx nyatanya tidak hanya sebatas mengenai kelas, tetapi ia juga fokus pada pemikiran ekonominya, contohnya adalah determinisme ekonomi. Konsep determinisme ekonomi Marx adalah salah satu konsep dari Marx yang terdapat dari konsep materialisme sejarah Marx dan bersama-sama membangun satu grand theory : negara kelas.
Marx sangat tertarik pada bidang ekonomi. Ia berfikir bahwa ekonomi adalah sumber utama terjadinya kapitalisme dan konflik sosial, dalam hal ini konflik kelas. Ia memandang ekonomi mendominasi dari terjadinya sejarah, meski dalam beberapa tulisan yang ditemui, Marx sedikit ragu dengan pernyataannya ini. Determinisme ekonomi menjadi penting untuk dibahas dan dikaji karena pengaruhnya yang dominan pada hampir seluruh pemikiran Marx dan inilah yang membuatnya menjadi seorang pemikir yang materialis. Ia bersandar pada fakta dan kajiannya yang empiris dalam membuat teorinya, segala yang kebendaan. Maka, uraian dari makalah ini akan menyampaikan secara jelas determinisme ekonomi yang diusung Marx agar pemikiran Marx dapat dipahami secara utuh.

b.      Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan determinisme ekonomi yang digagas oleh Marx?
c.       Pembahasan
Kehidupan dan Perkembangan Pemikiran Marx
Karl Marx adalah pemikir dalam ranah sosial, politik, dan filsafat. Pemikiran dan konsep utama yang dilahirkannya adalah konsep kelas yang terinspirasi oleh lingkungan ia hidup. Marx lahir di Jerman pada tahun 1818, lebih tepatnya di distrik Moselle, Prussian Rhineland. Ia hidup pada zaman Industrialisasi di Eropa yang sedang mengalami perkembangan yang pesat akibat dari revolusi industri. Ia melihat sendiri kehidupan yang menyedihkan yang dijalani oleh para buruh. mereka hanya bekerja dan bekerja dari pagi hingga mereka harus tertidur lagi, hanya untuk mendapatkan alat penyambung hidup yang tidak banyak. Mereka begitu bekerja keras dan dieksploitasi oleh para perusahaan, dipaksa untuk berproduksi dalam satu sistem kapital dimana yang memegang kendalinya adalah mereka para golongan yang memiliki unit modal untuk menggerakkan produksi.
Marx melihat kehidupan buruh yang tidak  layak di kolong-kolong jembatan, makan seadanya, dan hidupnya tidak ada yang menjamin apalagi yang memerhatikan. Marx merasakan peran dari negara yang sangat sedikit, atau tidak ada sama sekali. Buruh sangat jauh dengan negara yang seharusnya melindunginya. Seperti dikatakan Prof. Ahmad Suhelmi dalam bukunya Pemikiran Politik Barat, Marx memandang negara sebagai mahluk yang jahat, hampir sama dengan istilah ‘leviathan’ dari Hobbes. Negara adalah pelindung dari modal-modal yang dimiliki para golongan yang memiliki modal untuk tetap dapat melakukan berbagai produksi dan menambah kapital-kapitalnya. Ini mempertegas hanyalah mereka yang memiliki modal-modal untuk produksi yang memiliki perlindungan negara berikut aksesnya, sedangkan para buruh tidak memilki akses sama sekali karena mereka tidak memiliki modal yang menghubungkan mereka dengan negara. Negara pun memperlihatkan bahwa tidak memiliki alasan untuk melindungi para buruh, karena yang mereka miliki hanyalah tenaga dan raganya saja, yang seolah tidak perlu dilindungi.
Marx dalam hidupnya mengalami perkembangan dalam berfikir, baik berubah sudut pandangnya dan gaya berfikirnya. Ia juga memiliki koridor pemikiran yang berbeda antara Marx tua dan Marx muda seperti yang diperbincangkan oleh para ahli. Perbedannya terletak pada tulisan-tulisan pentingnya yang merepresentasikan muda dan tuanya Marx. Saat muda, para ahli mengidentifikannya dengan tulisan The German Ideology dan naskah-nakah Paris yang ditulisnya pada akhir 1843 yang nyatanya baru diterbitkan lama setelah Marx meninggal dunia.[1] Marx tua diididentifikasikan pada pemikirannya masih dengan tulisan The Germann Ideology yang ditulisnya bersama kawan dekatnya, Engels dan pada saat itu ia berumur 28 tahun pada 1846. Tulisan dan pemikirannya yang paling mencolok pada Marx yamg muda dan tua adalah jika sebelum 1846 ia adalah seorang yang humanis, setelahnya ia menjadi yang anti-humanis dan ilmiah, seperti yang ia banggakan pada pemikirannya yang berdasarkan materialisme.
Konteks pemikiran dari Marx memang dengan jelas terlihat dari pergaulan dan lingkungannya. Pertama, Marx berkembang setelah lulus dari sekolah gymnasium—sebuah ssekolah menengah Jerman berjenjang sembilan tahun yang berbahasakan Yunani kuno dan Latin—di Prussia, Jerman Utara dengan kondisi politik yang represif dimana kebebasan menjadi satu barang langka saat melawan kembali Napoleon. Marx menjadi seorang pelarian dari Prussia yang sangat reaksioner. Undang-undang mengenai kebebasan dihapuskan, siapapun yang terlalu liberal (seperti pers dan para tokoh) diawasi dengan ketat dan akan ditahan.
Lalu ia bersekolah di Universitas Berlin dimana ia mulai berkenalan dengan karya-karya Hegel (Hegel adalah mantan profesor di Universitas Berlin ) yang sangat menginspirasinya, karena tak jarang pada saat mudanya Marx, selain mengagumi pemikiran-pemikiran Hegel dan hampir semua pemikirannya mirip, mengakui bahwa ia adalah seorang Hegelian.[2] Hegel telah menginspirasinya—terutama dalam ajaran filsafat politik yang menempatkan rasionalitas dan kebebasan sebagai nilai tertinggi—dalam mengarahkan pertanyaan dasar dalam konsep kelasnya: “bagaimana membebaskan orang-orang yang tengah tertindas dan tak berdaya dalam suatu tatanan politik yang kacau”. Ajaran Hegel juga dikatakan bersifat ateistik[3] yang menambah kecocokan dengan Marx. Marx memiliki minat yang kosong pada agama dengan mengistilahkan agama adalah candu.
Marx berkenalan dengan filsafat Ludwig Feurbach (The Essence of Christianity) dan mempengaruhi pemikiran Marx sampai mendalam. Ia mencari atas jawaban dari segala pertanyaan yang timbul saat ia di Prussia di Paris. Di Paris ia bertemu dengan para tokoh sosialis, para pelarian dari Jerman seperti dirinya, dan Friedrich Engels. Paris memang menjadi basis sosialis radikal dan akhirnya Marx menjadi seorang yang sosialis klasik setelah berkenalan dengan hal kepemilikan pribadi adalah tidak mungkin selama terjadinya eksploitasi. Disini adalah pertemuan pertama Marx dengan kaum buruh industri.
Inilah yang melatarbelakangi pemikiran dan perhatiannya pada penghapusan milik pribadi, rasa sosialis yang sama rasa dan sama rata. Sosialismenya adalah sosialisme yang berdasarkan kenyataan, hukum-hukum yang dipakai masyarakat, dan sesuai dengan cita-cita rasional. Pada tahap inilah Marx berubah dari pemikirannya yang filosofis menjadi lebih sosial dengan segala keilmiahannya berdasar pada materialistik dan mulai menggunakan sisi ekonominya. Dari prinsip materialistiknya, Marx bergerak maju pada kapitalisme, dimana kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan dari para kaum pemegang modal akan menghasilkan sebuah perjuangan dari golongan buruh atau pekerja yang selama ini tengah menjadi perhatiannya. Produksi kapitalis inilah yang diprediksi Marx akan menimbulkan revolusi dari kaum pekerja untuk menghapuskan alat-alat produksi dan kepemilikan pribadi dan mewujudkan masyarakat yang sosialis, yang tanpa kelas. Marx memandang penting individu dalam proses produksi sosial atau co-operation of several individual yang memiliki hubungan ganda yaitu: alami dan sosial.
            Dari Paris, Marx pindah ke Brussel karena diusir oleh pemerintah atas korannya yang tidak pernah terbit Die Rheinishe Zitung. Lalu tiga tahun kemudian ia diusir lagi dari Belgia dan menetap selamanya di London bersama keluarganya. Di London, ia memulai hidupnya yang baru dengan kesadaran penuhnya bahwa ia adalah seorang pemikir yang pikirannya menjadi penentu masyarakat luas. ia melahirkan buku-buku yang kelak menjadi masterpiece-nya. Kehidupan Marx bersama keluarganya tidaklah begitu baik dalam urusan keuangan, hidupnya miskin sampai salah satu anaknya meninggal karena kelaparan karena Marx tidak memiliki pemasukan yang tetap dan ia tidak pandai dalam mengatur uang. Di dua puluh tahun akhir hidupnya, Marx mendapat kiriman uang dari Engels dan menyelamatkannya dari kegersangan kehidupan ekonomi.
Pemikiran Marx mengenai Determinasi Ekonomi
            Meskipun Marx adalah pengagum utama dari Hegel dan beberapa konsep dan pemikirannya terinspirasi dari Hegel, ia juga salah satu pengkritik Hegel yang utama. Hegel menganggap faktor non duniawi lah yang mempengaruhi sejarah, hal seperti roh, semangat dan ide tetapi Marx sangat menyangkal argumen ini. Ia menyangkal dengan pemikirannya dimana sejarah tidak akan terjadi bukan karena pertentangan yang terjadi di level khayalan/gagasan atau dunia tidak nyata tetapi ditentukan oleh apa yang terjadi di dunia. Marx dalam The German Ideology mengatakan:
                “....kami tidak bertolak dari apa yang dikatakan orang, dari bayangan dan cita-cita orag, juga tidak dari yang diperkatakan, dipikirkan, dibayangkan, dicita-citakan untuk sampai kepada manusia nyata; (melainkan) kami bertolak dari manusia yang nyata dan aktif, dan dari proses hidup nyata merekalah perkembangan refleks-refleks serta gemagema ideologis proses hidup itu dijalankan....”[4]
            Ini adalah gagasannya mengenai konsep meterialisme sejarah yang mengabsenkan pentingnya sebuah gagasan dan kontribusinya pada sejarah. Disebut juga sebagai materialis karena sejarah dianggap ditentukan oleh syarat-syarat produksi material, materialisme disini bukan dalam arti filosofis, sebagai kepercayaan bahwasanya realita adalah materi, melainkan menunjuk pada hal yang menentukan sejarah. Dan jawabannya adalah keadaan material=ekonomi, bukan pada pikiran dan gagasan. Material yang ditekankan adalah produksi kebutuhan material manusia, cara manusia menghasilkan apa yang dibutuhkan manusia untuk hidup. Kondisi material masyarakat dianggap sesungguhnya berasal dari dan disebabkan oleh ide besar yang menggugah semangat. Penekanan secara eksklusif yang terjadi pada ide sebagai penggerak sejarah mengabaikan kenyataan bahwa ide tidak saja menimbulkan tetapi juga mencerminkan adanya peristiwa tertentu.[5] sikap material dari Marx juga mnunjukkan bahwa Marx memahami semua kepentingan hanay sebagai yang ekonomis saja, entah langsung entah tidak langsung, ia memandang kekuasaan politik hanya menhadi kepentingan sebagai fungsi kekuasaan ekonomis.[6]
Marx dalam perspektifnya menyatakan bukan cita-cita kebebasan yang menjadi kekuatan dalam sejarah modern tetapi kebutuhan kelas kapitalis akan tersedianya buruh saat dibutuhkan dan lingkungan atau kondisi-kondisi yang berada disekitar dimana memungkinkan terlaksananya ide tersebut, kelangsungan dan tentunya dampak dari ide tersebut yang akan membaur dengan lingkungan tersebut.
Bagi Marx, sejarah terjadi karena pertentangan yang terjadi pada dunia material, sesuai dengan konsep materialismenya atau konsep serba benda. Bentuk dan kekuatan produksi material tidak saja menentukan proses pekembangan dan hubungan-hubungan sosial manusia, seta formasi politik tetapi juga pembagian kelas-kelas sosial.[7] Hubungan-hubungan produksi menjadi sangat dipengaruhi oleh kekuatan sosial dalam menciptakan bentuk kekuatan produksi mereka. Determinasi ekonomi adalah dimana hal-hal yang bersifat mendasar (basis) seperti bentuk modal, alat-alat produksi, dan kekuatan-kekuatan modal lainnya yang mempengaruhi sejarah, bukan kehidupan sosial seperti agama, politik, filsafat, seni, bahkan negara (suprastruktur) lah yang mempengaruhi dan membuat sejarah.
Marx memandang segala perubahan politis adalah hal-hal yang berkaitan dengan produksi—kemajuannya—dimana tujuan dari sejarah adalah kemajuan dalam perbaikan hidup manusia yang hanya bisa dilakukan di tahapan duniawi. Istilah “basis” dalam beberapa literatur disebut sebagai “infrastuktur” dengan ciri-ciri basis adalah pertentanga antara kelas-kelas atas dan kelas-kelas bawah. Sedangkan “suprastruktur” juga disebut “bangunan atas” dengan ciri-cirinya adalah yang mengatur kehidupan masyarakat diluar hal-hal keproduksian, termasuk norma, agama, kesehatan, sistem pendidikan, lalu lintas, dll.
Ide determinasi ekonominya timbul pada fase Marx tua, diawali dengan The German Ideology seperti yang telah dijabarkan diatas pada perkembangan pemikiran Marx, yaitu saat Marx berubah menjadi seorang yang anti-humanis dan bersandar pada rasionalitas demi menunjukan keilmiahannya. Ia menemukan hukum yang mengatur perkembangan masyarakat dan sejarah yaitu ekonomi. Ekonomi adalah hal yang mndasar bagi pandangan sejarah materialistiknya. Dan inilah yang menjadikannya sebagai pemikir sosialisme ilmiah, sosialisme yang tidak berdasarkan harapan atau keingan khayalan belaka, semuanya serba benda dan berdasarkan kepada analisis ilmiah terhadap perkembangan kehidupan hukum masyarakat. Ia merumuskan bidang ekonomi menentukan aspek politik dan pemikiran manusia, meski faktor ekonomi sendiri ditentukan oleh konflik antara golongan pekerja dan pemilik modal yang konflik tersebut dipertajam oleh inovasi di bidang teknik produksi. Pertentangan tersebut juga akhirnya akan meledak dalam sebuah revolusi yang akan mengubah struktur dan kekuaaan di bidang ekonomi, kenegaraan, dan gaya berfikir manusia.
Dalam buku ini, Marx juga mengatakan bahwa sistem kapitalis akan runtuh setelah terjadinya revolusi. Revolusi yang akan memecah kelas-kelas menjadi saling bertentangan dan menghasilkan masyarakat sosialis karena berhasil menghilangkan kelas dalam masyarakat.
Teori perkembangan masyarakat dipengaruhi perkembangan ekonomi dari Marx ini mengharuskannya untuk membuktikan teori tersebut dengan memperlihatkan bahwa ekonomi kapitalis akan segera menuju kehancurannya secara ilmiah. Pada akhirnya Marx masih merasa sulit membuktikan teori ini, ia menjadi fokus pada pendekatan ekonomi terhadap kajiannya yaitu civil society[8] dan menciptakan teori-teori baru. Hal lainnya yang mendasari pemikiran determinasi ekonominya adalah pendapatnya mengenai keterasingan. Manusia selalu hidup dalam keterasingan dan terasing dari hidupnya sendiri. Entah apa maksudnya, tapi keterasingan tersebut muncul karena faktor kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi yang nantinya akan menimbulkan konflik dari diri sendiri untuk melindungi usahanya dan bersaing dalam industrialisasi. Hak milik tersebut juga membuat para golongan pemilik alat tersebut untuk hidup dari “penghisapan” para golongan pekerja yang mana struktur ekonomi itu dicerminkan didalam struktur kekuasaan dibidang sosial dan ideologi. Memang terlihat pada akhirnya jika sejarah itu paling ditentukan oleh struktur dari masyarakat dan perkembangan kelas-kelas sosial yang terdapat didalamnya dimana kelas-kelas ini tercipta atas motivasi alamiah dari manusia untuk memperbaiki keadaan hidupnya dengan membuat kemampuan individu masing-masing semakin spesifik dan adanya pembagian kerja. Intinya, siapapun ia yang memiliki kekuatan ekonomi, ia akan secara mudah mendapatkan akses pada negara, bahkan menguasai, sehingga kekuasan negara cenderung sering mendukung kaum pemegang kekuatan ekonomi ini untuk kepentingan mereka. Begitu pula dengan tatanan agama atau nilai yang berperan untuk memberikan legitimasi pada kekuasaan golongan-golongan tersebut. Struktur kekuasaan politis  maupun spiritual dalam masyarakat mencerminkan struktur kekuasaan golongan atas kepada golongan pekerja/bawah dalam hal ekonomi.
Alasan logis lainnya yang dituangkan Marx adalah seperti ini, manusia sebagai manusia tentunya butuh dan harus makan dan minum, berpakaian, tempat tinggal, istirahat dan lainnya sebelum manusia melakukan kegiatan sosial, politik, menimba ilmu, agama, urusam kenegaraan, dan lain seterusnya. Jadi bahwa produksi nafkah hidup material bersifat langsung dan dengan demikian tingkat perkembangan ekonomis sebuah masyarakat tau zaman masing-masing menjadi dasar dari bentuk-bentuk kenegaraan, pandangan hukum, seni, dan religiusnya masyarakat.[9] Saya kira ini sudah masuk dalam tahapan dimana ekonomi mendeterminasi ke arah pembentukan kebudayaan, bukan lagi sejarah saja karena mencangkup aspek-aspek pembangun kehidupan. Marx memang tidak mengklaim bahwa hanya faktor ekonomi sajalah yang menciptakan sejarah, ia hanya menyatakan bahwa faktor ini adalah yang terpenting sebagai dasar dan landasan untuk membangun sebuah suprastruktur kebudayaan, perundang-undangan, dan pemerintahan yang diperoleh pula oleh berbagai ideologi politik, sosial, keagamaan, dan hal lainnya yang sejalan berdampingan.[10] The German Ideology juga tidak menyebutkan bahwa interpretasi mereka (Marx dan Engels) mengenai sejarah adalah satu-satunya yang dapat merepresentasikan dari sejareh tersebut.[11]
Konsep determinasi ekonominya sudah dapat menggambarkan sosialismenya yang ilmiah arena berdasarkan pengetahuan dan hukum-hukum objektif. Diluar konsep revolusi kaum pekerja yang akan menciptakan masyarakat tanpa kelas yang dinilai utopis, tidak logis dan memang tidak terbukti kebenarannya di masa kontemporer. Konsep determinisme ekonomi dari Marx adalah salah satu kelemahan lain di pemikirannya. Menurut penulis, faktor ekonomi atau faktor apapun tidak dapat dikatakan mendominasi terjadinya sebuah sejarah. Sejarah terjadi bukan karena satu faktor tunggal yang berpengaruh, dan dalam keadaan tersebut harus dibutuhkan lagi suatu penelitian yang mendalam dan empiris untuk mengetahui faktor apa yang paling berperan pada sejarah.
Kesimpulan
Pemikiran determisime ekonomi Marx adalah sebuah pemikiran Marx yang memandang secara utuh, bahwa faktor utama dari terjadinya sejarah adalah hal ekonomi. Ia melihat unsur-usnru besar (bangunan atas) seperti politik, agama, pendidikan, dan lain sebagainya di[engaruhi oleh motif ekonomi dalam menjalankan kehidupan bernegara. Marx membagi dua faktor yang mempengaruhi terjadinya sejarah yaitu basis dan bangunan atas atau yang lebih populer disebut infrastruktur dan suprastruktur. Dan suprastruktur ini adalah penentu sejarah dimana suprastruktur dipengaruhi oleh infrastruktur yaitu ekonomi yang berupa kekuatan modal dan bentuk-bentuk alat produksi.
Marx memandang segala fenomena berlandaskan asas kebendaan atau materialisme. Ini memperlihatkan kelemahan Marx, ia seperti tidak memahami secara baik apa itu negara dan kekuatan sosial. Ia hanya memandang ada satunya kekuatan utama yaitu kekuatan ekonomi dan meniadakan peran negara dalam konsep negara kelasnya. Ini meruntuhkan klaim dirinya sendiri bahwa konsepnya adalah didasari dengan akal dan rasionalitas, padahal dengan konsep final yang diusungnya, ini adalah sebuah konsep yang utopis belaka. Negara tidak mungkin tiada, karena tetap saja dibutuhkan untuk mengatur beberapa hal yang mungkin manusia tanpa kelas pun tidak mau untuk menjalankannya. Kacamata ekonomi yang dipakainya juga menimbulkan satu tubrukan logis, dimana tidak mungkin sebuah sejarah hanya bisa atau didominasi oleh faktor ekonomi. Mungkin saja terjadi, tapi Marx harus melihat sebuah fenomena dari konteks yang terjadi.
Daftar Pustaka
Referensi utama
Ebenstain, William. Isme-Isme Dewasa Ini. Jakarta: Erlangga. 1994
Magnis-Suseno, Frans. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia. 1999.
Magnis-Suseno, Frans. Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramedia. 2003
Oishi, Takahisha. The Unknown Marx: Reconsturcting a Unified Perspective. London: Pluto Press. 2001
Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Mayarakat dan Kekuasaan. Jakarta: PT. Gramedia. 2001
Referensi Pendukung
Licthteim, George. Marxism: A Historical and Critical Study. London: Routledge & Kegan Paul Ltd. 1961







[1] Franz Magnis-Suseno. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: Gramedia. 1999. Hal 7
[2] Ahmad Suhelmi. Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negar, Masyarakat, dan Kekuasaan. Jakarta: PT. Gramedia. 2007 hal 282
[3] Magnis-Suseno. Pemikiran Karl Marx. Op,cit. Hal 47
[4] Ibid. hal 139
[5] William ebenstain. Isme-Isme Dewasa Ini. Jakarta: Erlangga. 1994. Hal 2
[6] Frans-Magnis. Etika Politik: Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta: Gramedia. 2003. Hal 272
[7] Donald. Western Political Theory. Pamona College. 1968. Hal 843 dalam Suhelmi. Op,cit. Hal 284
[8] Takeshi Oishi. The Unknown Marx. London: Pluto Press. 2001. Dalam bab The Materialist Interpretation of History and Marx Dialectical Method yang menjelaskan dalam pembuktian teori ekonominya, Marx mengambil objek penelitian dengan pendekatan eknominya pada masyarakat sipil di Eropa
[9] Magnis-Suseno. Pemikiran Karl Marx. Op,cit. Hal 138
[10] Ebenstain. Op.cit.
[11] Takashi Oishi. Op,cit. Hal 22