Perbandingan Politik
Critical Review I: Political Structure and Political
Recruitment by Gabriel Almond and Bingham Powell
Yasinta Sonia Ariesti (1006762612)
Pemilu
adalah hal terpenting dalam sebuah tatanan demokrasi, bertujuan untuk
perekrutan para pemimpin politik. Nyatanya, pemilu bisa sangat berbeda dengan
apa yang diharapkan dalam sistem politik, tergantung pada partisipasi dari
masyarakatnya. Pilihan masyarakat dunia demokrasi modern ini, memiliki pengaruh
besar pada pos-pos pemerintahan. Masyarakat juga mempengaruhi agregasi
kepentingan dan pembuatan kebijakan dalam proses perekrutan ini.
Demokrasi,
dimana pemerintahan dipegang oleh masyarakat, di beberapa negara memungkinkan
untuk terjadinya share secara
langsung dalam perdebatan, pemutusan, dan implementasi kebijakan publik. Di negara lain yang demokrasinya tidak
langsung dapat dikatakan demokrasi yang tidak ideal. Tapi, sejauh dengan
partisipasi masyarakat dapat terlibat dan bertambah, dan semakin berpengaruhnya
pilihan masyarakat, semakin demokrasilah negara tersebut.
Kompetisi
pemilu dalam sistem demokrasi,
memberikan masyarakat peluang untuk menentukan proses pembuatan keputusan
dengan kesetujuannya atau penolakannya terhadap para pembuat
kebijakan-kebijakan utama. Dalam sistem
otoritarian, pembuat kepurusan dilakukan oleh dewan miiter, keluarga
keturunan, partai politik yang mendominasi, dan lainnya. Dua perbedaan yang
mencolok ini menimbulkan pertanyaan lain, apakah dalam mayarakat modern
memungkinkan masyarakat diberikan tanggung jawab untuk mengontrol pemerintah
dan menjalankan fungsi-fungsi masyarakat demokratis lainnya? Kultur politik ini
tidak akan mudah dibangun disembarang tempat dan waktu. Masyarakat harus
memiliki pendidikan yang mumpuni, dan pengetahuan yang menunjang dalam aspek ekonomi,
sosial, dan politik.
Pernyataan
ini menjadi penting karena mau tidak mau, masyarakat sebagai partisipan akan
berperan penting dalam mempertahankan suatu rezim pemerintahan. Maka dari itu
masyarakat perlu disorot lebih lanjut. Sistem demokrasi tidak bisa melulu
mengedepankan kebebasan dan partisipasi. Tapi harus dibarengi dengan kemajuan
ekonomi agar masyarakat tetap stabil dan bisa menjalankan fungsi-fungsi
kedemokrasiannya. Jika masyarakat dalam sistem demokrasi tidak memiliki
akuntabiltas yang cukup, dimana masyarakat miskin dan tidak berpendidikan, maka
masyarakat itu akan menghasilkan suatu pemerintahan yang individu-individunya
tidak cakap dalam bidangnya. Hal ini
dikarenakan masyarakat tidak bisa memilih dengan baik siapa-siapa yang akan
memerintah kelak dan membuat kebijakan-kebijakan publik.
Demokrasi
seperti ini banyak terjadi pada negara yang mengalami gelombang demokrasi
ketiga (The Third Wave of Democracies).
Negara-negara ini baru menjalankan sistem demokrasi dari 1975 sampai akhir 1990an,
seperti Indonesia. Negara-negara ini tidak dapat bertahan atau masih
meraba-raba bentuk demokrasinya karena negara dengan sistem autokrasi sudah
mulai menaklukan negara-negara demokrasi di dua puluh tahun kemudian.
Partisipasi
masyarakat lainnya adalah, masyarakat dapat memberikan tuntutan dalam sirkulasi
kepentingan yang terjadi. Mereka juga dapat masuk dalam kelompok-kelompok
kepentingan, baik formal atau tidak yang banyak terbentuk. Kelompok ini juga
kemungkinan terjadi dalam sistem autokrasi yang nantinya akan berperan dalam
pengumpulan petisi, atau dengan menjadi kelompok oposisi dan kelompok
masyarakat lain dengan isu khusus seperti gender, isu pekerja/buruh, dan
lainnya. Hal ini dikatakan sebagai interest
aggregation.
Pada
nyatanya, masyarakat tidak semudah itu masuk untuk berpartisipasi dalam
pembuatan kebijakan. Yang paling nyata partisipasinya adalah dengan diadakannya
referendum. Tapi referendum sangat sulit dan tidak biasa untuk diadakan
sekalipun di negara demokrasi. Partisipasi masyarakat juga dilihat dalam
kegiatan political protest/peaceful
protest atau biasa dikenal dengan demo/aksi. Dalam tabel, dapat dilihat
jika semakin tingginya protes ini berlangsung maka semakin tinggi juga
partisipasi masyarakatnya. Penafsiran lainnya: semakin sering protes ini terjadi maka semakin tidak stabilnya rezim
pemerintahannya. Hal ini diasumsikan karena jika pemerintahan yang baik-baik
saja/stabil tidak akan melulu diptotes dan mendapat tuntutan dari masyarakat.
Tapi hal ini juga tidak bisa dijadikan patokan partisipasi masyarakat, karena
biasanya yang menjalankan protes ini adalah kalangan muda. Kalangan tua tidak tertarik
untuk protes, seperti di Prancis.
Participant democracy,
dimungkinkan terjadi pada bangsa modern dengan masalah-masalah dan kondisi
kontemporernya. Meledaknya partisipasi yang terjadi pun tidak begitu baik untuk
demokrasi, maka solusinya adalah decision
yang ada dibawa ke tingkatan yang lebih rendah ke kelompok-kelompok kecil
masyarakat. Jadi masyarakat akan lebih mengerti akan permasalahan, karena jika decision tersebut masih dilevel atas,
masyarakat banyak akan beramai-ramai
ikut memutuskan tanpa paham permasalahannya.
Participant democracy
yang ideal menurut Dahl, adalah diikuti dengan jumlah masyarakat yang dibatasi
dengan kepentingan, preferensi yang berbeda, keperluan yang berbeda untuk
berkompetisi. Dahl juga menekankan harus adanya konfrontasi sisi ekonomi.
Rekrutmen
dalam sistem politik membuat beberapa syarat untuk maju dalam pemilihan, dengan
beberapa kualifikasi yang sesuai. Tapi, biasanya hal ini tidak dapat disentuh
oleh masyarakat menengah kebawah yang tidak memiliki latar belakang pendidikan.
Kebingungan ini memang banyak terjadi pada demokrasi dengan kemampuan
masyarakatnya yang masih belum merata.. Dikatakan dalam teks, jika ingin
membangun sebuah negara industri, mereka akan melatih masyarakatnya sebagai
teknisi atau dengan spesialisasi lain yang menunjang. Dan kemampuan yang lain
diberikan pada masyarakat lain yang berminat pada bidang pemerintahan. Jadi,
saat rekrutmen masyarakat memiliki pengetahuan yang beragam dengan kualitas
yang baik untuk menjalankan pemerintahan saat menjadi elit.
Kontrol
terhadap para elit diperlukan karena sangat krusial bagi sistem politik.
Rekrutmen elit, menjadi hal yang esensial dengan regulasinya. Dalam
autoritarian modern, loyalitas dari para elit ternyata dapat dipupuk melalui
sosialisasi. Sosialisasi ini berhasil menjaring para aktivis lokal dan
membatasi regulasi arus informasi. Sistem demokrasi pun menggunakan seleksi dan
regulasi untuk mengontrol performa dari para elit. Dalam banyak parlementer
sistem, perdana mentri dan kabinet bisa digantikan dengan tanpa adanya pemilu
nasional lagi jika mereka tidak menjalankan posisinya dengan baik. Hal ini akan
menjadi sulit jika kandidat terpilih ini tidak berkompeten atau yang hanya
sekedar beruntung.
Jadi,
masyarakat sebagai elemen terpenting dalam demokrasi haruslah memiliki
kapabilitas yang sama dengan para elit. Masyarakat harus diberikan pendidikan
dan situasi ekonomi yang stabil melihat begitu gentingnya peran dari
partisipasi masyarakat suatu negara untuk kelangsungan negara berdemokrasi,
seperti India dengan demokrasinya yang kuat, mereka tengah mempersiapkan suatu
tatanan ekonomi yang dapat mengimbangi pesta demokrasi disana. Stabilitas
ekonomi dan kegiatan sosial politik memang nyatanya haruslah sejajar dalam
berdemokrasi.